Menggambar

Sejak kecil saya suka menggambar. Saya masih ingat suatu sore saya menghabiskan berjam-jam untuk menggambar dan mewarnai. Waktu itu saya masih kelas satu SD dan mengerjakan tugas dari sekolah. Sangat menyenangkan rasanya bisa menggambar apapun dan mewarnai sesuka hati saya, dan saya sangat kagum dengan warna hasil kombinasi dari beberapa warna yang berbeda. Saya tidak pernah menghabiskan waktu selama itu mengerjakan PR, walaupun nilai saya tidak jelek-jelek amat, dan ranking saya selalu yang terbaik di kelas saat itu.

Saya menggambar anak sekolah dan tiang bendera, yang mungkin bagi orang lain adalah hal yang lucu. Saya tidak mengerti, kenapa orang-orang berpikir bahwa menggambar adalah hal yang sangat sulit saat itu. Padahal cukup gambarkan apa yang ada di imajinasi kita. Bagus atau tidaknya, tergantung dari cara orang melihatnya.

Buku-buku tulis saya tidak luput dari gambar-gambar yang saya buat, begitu juga dengan buku teks. Guru saya sempat menegur saya dan bilang, “kamu mau jadi apa nanti, mau jadi penggambar film kartun yah?” dengan nada sedikit marah. Entahlah, mungkin saking bosan dan kurang kerjaannya, halaman depan setelah cover dan halaman belakang sebelum penutup buku saya pasti penuh dengan gambar-gambar.

Bukan hanya guru saya saja yang pernah menegur karena kelebihan saya dalam menggambar hal-hal yang tidak jelas itu, katanya. Mama saya juga sering menegur saya karena mendapati buku catatan dan buku teks saya dipenuhi gambar-gambar. Saya merasa tidak tahan melihat ada space kosong dibuku saya kalau tidak digambari atau ditulisi sesuatu.

Meskipun sering ditegur oleh guru dan mama saya, saya tidak serta merta mengurangi kebiasaan menggambar saya ini. Malah saya dan seorang teman saya yang lain menggambar komik! Komik yang jalan ceritanya seputar monster, mobil-mobilan dan hal-hal aneh lainnya. Kami menggambarnya dibuku tulis yang kosong. Bukan hanya satu cerita, tapi ada beberapa malahan. Kami meminjamkan ke teman-teman lain, dan beberapa orang mampu kami yakinkan untuk menyewa komik amatiran kami itu. Terima kasih untuk satu-satunya orang yang betul-betul membayar kami, dengan uang seratus sekian rupiah 😀

Kebiasaan saya menggambar menjadi semakin berkurang ketika masuk SMA. Mungkin karena waktu dan pikiran saya lebih banyak terkontaminasi dengan pelajaran-pelajaran yang tidak menarik. Mood saya jadi berkurang, dan berdampak pada berkurangnya gambar-gambar yang saya buat secara random dan spontan.

Walaupun saya senang menggambar, bukan berarti saya jago menggambar. Sampai sekarang saya masih sangat tidak mahir menggambar makhluk hidup. Contohnya manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Entahlah, sepertinya itu masih menjadi misteri bagi saya sendiri. Menggambar benda dan bangunan saya rasa masih bisa saya buat, tapi kalau sudah menyangkut menggambar makhluk hidup, no way, pasti hasilnya sangat tidak menarik.

Beberapa belas tahun kemudian

Tepatnya hari ini, saya merasa hasil gambar saya semakin menurun. Tadi saya mengikuti sesi menggambar dan mewarnai yang difasilitasi oleh kampus. Dan berkali-kali saya mengulang gambar saya karena tidak puas dengan gambar sebelumnya. Hasil akhirnya pun tidak memuaskan. Walaupun hanya saya sendiri yang menilainya, tapi sangat jelas kalau saya harus kembali menggambar. Mungkin hasilnya tidak akan mengagumkan buat orang lain, tapi setidaknya ada rasa kepuasan yang muncul setelah membuatnya. Dan saya pikir itulah alasannya kenapa saya tidak bisa betul-betul meninggalkan kebiasaan itu.

Share the Post
Rizqi Fahma
Rizqi Fahma

I read, I write, I bike, I swim, but I don't smoke.

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.